Kata
senyuman tidak asing lagi bagi kita, apalagi bagi orang yang cukup menghargai
hakikat senyuman. Masing-masing orang memiliki cara yang berbeda dalam
melontarkan senyum, ada yang senyum manis dan ada juga yang senyum pahit. Namun
kesan sinestesianya cukup melekat pada senyuman.
Senyuman
yang manis adalah ketika senyuman yang timbul dari hati atau qalbu dan keluar
melalui wajah dengan pancaran pesona yang ikhlas. Senyuman ini mampu
menggetarkan jiwa yang menerimanya.
Selain itu juga senyuman tulus ikhlas ini dapat menenangkan hati yang
gelisah, meringankan beban yang dirasakan dan mampu meredam amarah yang tidak
terkontrol. Pernah suatu ketika terjadi sebuah insedent antara akhwat yang
berbeda pendapat dalam sebuah acara besar, dalam kejadian ini akhwat a sangat
terganggu dengan sikap akhwat b yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik
dan benar. Namun di sisi lain akhwat b merasa dirinya telah selesai melaksanan
amanah yang diberikan, jadi dia tidak merasa ada masalah yang serius. Melihat
kenyataan ini akhawat a makin emosi dan menemui akhawat b dengan gumpalan hati
yang kelam yang diiringi dengan niat ingin memarahi akhwat b. Karena sikapnya
yang tidak sensetifitas terhadap amanah. Lalu akhwat a menghadap akhwat b,
seketika itu juga rencana amarah yang ingin ia keluarkan berubah. Mengapa bias
demikian?
Ternyata
ketika akhwat a menemui akhwat b, akhwat b baru saja selesai berwudhu dan ia
menyambut kedatangan akhwat a dengan senyuman indah penuh keihklasan. Sebagaimana
dalam sebuah hadist Rasulullah dijelaskan yang artinya
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perkara kebaikan walaupun hanya berwajah cerah ketika engkau bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim no. 6633). Rasulullah saja menganjurkan kita untuk berbuat kebaikan dengan menampakan wajah yang manis kepada saudara kita. Mengapa kita malah berniat ingin menzhalimi saudara kita dengan sikap kita?
Melihat senyuman itu, hati yang tadinya kelam kembali bercahaya dengan penuh kesejukan. Masalah tadi akhirnya dapat diselesaikan dari hati ke hati. Subahanaallah. Sungguh besar kekuatan senyuman ikhlas yang Allah anugrahkan kepada kita. Apalagi bagi seorang akhwat. Dihadist lain juga disebutkan bahwa “Senyumanmu di wajah saudaramu (seagama) adalah sedekah.” (HR. At-Tirmidzi no. 1956, dishahihkan Asy-Syaikh Albani t dlm Shahih Sunan At-Tirmidzi & Ash-Shahihah no. 572). Maksud hadits di atas, bahwa menampakkan wajah cerah, berseri-seri & penuh senyuman ketika bertemu saudara kita akan dibalas dengan pahala sebagaimana kita diberi pahala karena mengeluarkan sedekah. Oeh karena itu perbanyaklah senyuman. Karena senyuman juga penyejuk jiwa.
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perkara kebaikan walaupun hanya berwajah cerah ketika engkau bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim no. 6633). Rasulullah saja menganjurkan kita untuk berbuat kebaikan dengan menampakan wajah yang manis kepada saudara kita. Mengapa kita malah berniat ingin menzhalimi saudara kita dengan sikap kita?
Melihat senyuman itu, hati yang tadinya kelam kembali bercahaya dengan penuh kesejukan. Masalah tadi akhirnya dapat diselesaikan dari hati ke hati. Subahanaallah. Sungguh besar kekuatan senyuman ikhlas yang Allah anugrahkan kepada kita. Apalagi bagi seorang akhwat. Dihadist lain juga disebutkan bahwa “Senyumanmu di wajah saudaramu (seagama) adalah sedekah.” (HR. At-Tirmidzi no. 1956, dishahihkan Asy-Syaikh Albani t dlm Shahih Sunan At-Tirmidzi & Ash-Shahihah no. 572). Maksud hadits di atas, bahwa menampakkan wajah cerah, berseri-seri & penuh senyuman ketika bertemu saudara kita akan dibalas dengan pahala sebagaimana kita diberi pahala karena mengeluarkan sedekah. Oeh karena itu perbanyaklah senyuman. Karena senyuman juga penyejuk jiwa.
Namun
sebagai akhwat harus hati-hati dalam melontarkan senyuman, jangan sembaranagan
membuang senyum kepada ikhwan. Karena sebagaimana dijelaskan tadi, bahwa
senyuman indah merekah mampu menggetarkan hati dan jiwa.